BMKG Umumkan Awal Musim Kemarau 2025: Durasi Lebih Pendek dan Saran Mitigasi Sektor Vital

7672575732586529026
bmkg 12 apr sp

JAKARTA -Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa awal musim kemarau tahun 2025 telah dimulai sejak bulan April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia. Meskipun demikian, musim kemarau tahun ini diprediksi akan lebih singkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya di sebagian besar daerah.

“Awal musim kemarau di Indonesia tidak akan terjadi secara serempak. Sejumlah 115 Zona Musim (ZOM) diprediksi akan memasuki musim kemarau pada April 2025. Jumlah ini akan meningkat pada bulan Mei dan Juni, mencakup wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua,” jelas Dwikorita dalam konferensi persnya.

Ia menyebutkan bahwa fenomena iklim global, termasuk El Nino-Southern Oscillation (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD), saat ini berada dalam fase netral. Hal ini menunjukkan tidak adanya gangguan signifikan dari Samudra Pasifik maupun Samudra Hindia hingga semester kedua tahun 2025. Namun, suhu muka laut di wilayah Indonesia diperkirakan akan lebih hangat dari normal dan dapat memengaruhi pola cuaca lokal hingga September.

Dijelaskan juga oleh Dwikorita, puncak musim kemarau dijadwalkan antara Juni hingga Agustus 2025, dengan daerah-daerah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diprediksi mengalami puncak kekeringan di bulan Agustus. Untuk sifat musim kemarau, sekitar 60% wilayah akan mengalami kondisi normal, 26% lebih basah dari normal, dan 14% lebih kering dari biasanya.

“Durasi kemarau tahun ini di sebagian besar wilayah diprediksi lebih pendek, meskipun 26% wilayah diantaranya, terutama di Sumatera dan Kalimantan, akan menghadapi musim kemarau yang lebih panjang,” tambahnya.

Sebagai langkah mitigasi terhadap risiko yang mungkin timbul akibat musim kemarau, Dwikorita merekomendasikan sejumlah strategi untuk sektor-sektor vital. Di sektor pertanian, disarankan agar petani menyesuaikan jadwal tanam dan memilih varietas yang tahan terhadap kekeringan, serta mengoptimalkan pengelolaan air guna mendukung produktivitas di tengah curah hujan yang terbatas.

“Wilayah yang mengalami musim kemarau lebih basah dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperluas lahan tanam, sambil tetap mempertimbangkan potensi hama yang mungkin muncul,” imbuhnya.

Di bidang kebencanaan, pentingnya kesiapsiagaan terkait potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ditekankan, terutama di wilayah dengan musim kemarau normal hingga kering. BMKG mendorong agar dilakukan pembasahan lahan gambut dan pengisian embung penampungan air untuk mencegah kebakaran.

Dwikorita juga memperingatkan tentang penurunan kualitas udara di perkotaan dan daerah rawan karhutla, serta dampak suhu panas dan kelembapan tinggi terhadap kenyamanan dan kesehatan masyarakat. Untuk sektor energi dan sumber daya air, pengelolaan pasokan air yang bijaksana menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan operasional sistem irigasi dan pembangkit listrik tenaga air selama musim kemarau.

Akhirnya, Dwikorita berharap informasi tersebut dapat menjadi acuan bagi kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan semua pihak terkait dalam merencanakan langkah-langkah adaptif dan antisipatif menghadapi musim kemarau 2025. “Informasi lebih lanjut dan pembaruan data iklim serta cuaca secara real-time dapat diakses melalui situs resmi BMKG dan media sosial @infoBMKG,” tutupnya.

aqua-ilustratif-ramadhan-1446-h (1)
300x600
Pasang-Iklan-disini-Hubungi-kami

Berita Internasional

Pengunjung