Kebijakan Tarif Baru AS Ancam Ekonomi Indonesia: DPR Mendorong Tindakan Strategis

7672575732586529026
UR

JAKARTA – Pemerintah Indonesia kini menghadapi tantangan serius dalam perekonomian nasional setelah Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan tarif baru yang berdampak signifikan terhadap industri ekspor Indonesia. Kebijakan ini mengubah tarif resiprokal menjadi 32 persen dari tarif awal 10 persen, yang diperkirakan akan memengaruhi kinerja ekspor dan pada akhirnya berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketua Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun, menekankan pentingnya konsolidasi menyeluruh dari tim ekonomi di bawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk menghadapi guncangan yang diakibatkan oleh kebijakan tersebut. Ia juga menyarankan perlunya diplomasi perdagangan yang efektif dengan AS demi mencari solusi yang saling menguntungkan.

Sebagai langkah awal, pemerintah telah mengirimkan Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melakukan lobi dengan pemerintah AS, dengan harapan dapat meraih hasil positif yang mendukung perekonomian Indonesia. Meski demikian, renegosiasi dengan pihak AS tetap menjadi fokus utama.

Misbakhun menegaskan perlunya Bank Indonesia (BI) untuk mengawasi fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS. Ia mengingatkan bahwa tekanan negatif pada Rupiah perlu dicermati, terutama dalam menghadapi libur Lebaran yang dapat memengaruhi pasar keuangan.

“Menjaga ekonomi nasional adalah tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah, swasta, legislatif, dan penegak hukum,” ujarnya.

Kebijakan tarif baru ini dianggap akan memberikan tekanan pada industri padat tenaga kerja Indonesia, seperti tekstil dan alas kaki, yang menjadi andalan ekspor ke AS. Produk Indonesia kini menghadapi harga yang lebih tinggi di pasar AS, sehingga efisiensi dalam struktur biaya produksi menjadi krusial untuk mempertahankan daya saing.

Misbakhun juga memperingatkan bahwa dampaknya terhadap kinerja ekspor dapat memengaruhi target APBN 2025. Penerimaan negara dari sektor pajak dan bea masuk yang sangat bergantung pada kinerja ekspor harus segera direvisi.

Presiden Prabowo telah memberikan arahan untuk meningkatkan efisiensi melalui deregulasi dan penghapusan hambatan yang ada. Selain itu, ia memprediksi peningkatan inflasi di AS akibat dari kenaikan harga barang, yang bisa berdampak pada pendapatan masyarakat di sana.

Dalam menjaga stabilitas nilai tukar, BI dituntut untuk aktif melakukan kebijakan yang tepat guna mempertahankan Rupiah. Penurunan suku bunga di AS dapat menciptakan ketidakpastian baru yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi.

Diplomasi perdagangan menjadi langkah krusial yang harus diambil. Misbakhun menekankan agar Indonesia tidak dijadikan tujuan pembuangan barang dari negara lain yang terkena dampak kebijakan tersebut. Selain menjaga kualitas produk industri dalam negeri, pemerintah diharapkan dapat memanfaatkan momentum libur Lebaran untuk stabilisasi nilai tukar.

Dengan konsolidasi yang matang dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, pemerintah diharapkan dapat menghadapi tantangan ekonomi yang ada dan menjaga kepentingan nasional.

aqua-ilustratif-ramadhan-1446-h (1)
300x600
Pasang-Iklan-disini-Hubungi-kami

Berita Internasional

Pengunjung